Generasi Sandwich
Menjadi orang dewasa yang mapan memang
impian semua orang. Menikmati uang dari hasil kerja keras yang halal dan
mewujudkan apapun yang diimpikan merupakan suatu hal yang wajib diterima. Namun,
disamping itu ada orang tua, adik, keponakan, dan anak yang juga harus dibantu
untuk keberlangsungan hidupnya. Ketika orang tua bercita-cita untuk menikmati
hari tuanya dengan damai dan terbebas dari beban finansial, apakah cita-cita
itu menjadi tanggung jawab anak?
            Memang
bukanlah suatu kewajiban bagi anak untuk turut membantu finansial orang tua,
kakek, nenek, adik, atau kakak. Tetapi tidak ada salahnya untuk membantu meringankan
beban finansial mereka selama tidak menimbulkan masalah terhadap diri sendiri.
Disaat seorang anak sudah menjadi tulang punggung keluarga atau bahkan beberapa
kepala keluarga, dia menjadi harapan besar bagi keluarganya. Rezeki yang
seseorang terima disitu juga terdapat sebagian kecil hak orang lain. Memberi
akan terasa ringan jika diimbangi pula dengan menerima.
            Sandwich
generation atau generasi sandwich
(roti isi) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu kondisi
dimana seorang anak menanggung beban ganda untuk menghidupi dua generasi
sekaligus. Dua generasi itu merupakan satu generasi atas, yaitu orang tua dan
juga satu generasi bawah, yaitu anak kandung atau bahkan keponakan. Fenomena
sosial yang semakin marak terjadi dizaman yang katanya modern seperti sekarang
ini ternyata masih terjadi dan sedang berlangsung. Bagi mereka yang mengalami
kondisi seperti itu, sebaiknya terus menjalin komunikasi untuk saling berbagi
tugas masing-masing agar tidak menjadi masalah dikemudian hari. Apabila
komunikasi dan tugas sehari-hari tidak terjaga dapat merusak stabilitas
keuangan, emosi, dan fisik.
            Bagi
seseorang yang sedang berjuang menjadi tulang punggung keluarga jangan pernah
memaksakan diri diluar kemampuan, khusunya kemampuan finansial karena segala
sesuatu yang dipaksakan tidak akan pernah berakhir baik. Selain itu pengeluaran
dalam biaya sehari-hari tidak dapat diduga. Hidup terus berjalan begitupun
dengan kebutuhan pokok.
            Beban
sebagai generasi sandwich salah
satunya dialami oleh Satrio (28 tahun), seorang anak sekaligus suami/bapak
dengan dua anak yang masih kecil. Satrio bekerja sebagai satpam disalah satu
mall dibilangan senayan dengan gaji Rp 4.600.000 per bulan. Sekitar 80 persen
penghasilan Satrio digunakan untuk menafkahi orang tua, istri, anak dan
keponakannya. Biaya yang ditanggung mulai dari biaya kebutuhan pokok, biaya
lsitrik, cicilan sepeda motor, biaya pendidikan anak-anaknya dan premi
asuransi.
            Dengan
beban yang terbilang cukup besar, penghasilan Satrio setiap bulan  ternyata belum cukup sehingga dia juga
menjalani pekerjaan lain sebagai ojek daring. Penghasilan dari ojek daring
berkisar antara Rp 70.000-Rp 250.000 per hari tergantung pada ramainya
permintaan pelanggan. Hasil dari pekerjaan sampingan inilah Satrio dapat
menabung. Dia juga tidak memiliki impian untuk membeli rumah ataupun tanah.
Uang yang tersisa langsung mengalir ke dalam tabungan untuk hari tua, namun dengan
naiknya segala macam kebutuhan pokok selama pandemi, laju menabung terus
melambat.
            Permasalahan
yang sering dihadapi para generasi sandwich tidak hanya pada tanggungan dua
generasi diatas dan dibawahnya, tetapi juga pada gaya hidup yang terlalu konsumtif.
Banyak orang yang merasa penghargaan pada diri sendiri atau self rewards juga harus dilakukan
walaupun menggunakan kartu kredit, pinjaman online
atau pay later. Perlu disadari bahwa
kebiasaan konsumtif semacam itu cepat atau lambat dapat berdampak buruk bagi stabilitas
finansial. Coba bayangkan jika penghasilan yang sudah pas-pasan masih terus
dibudaki oleh hawa nafsu untuk mewujudkan keinginan ini dan itu yang tidak termasuk
kebutuhan. Dalam teori psikologi, memang ada manusia yang secara impulsif untuk
terus menerus memperoleh yang diinginkanya tanpa memikirkan dampaknya. Jika hal
itu sudah anda rasakan sebaiknya berhenti, coba cari bantuan professional seperti
psikolog untuk membantu anda dalam mengendalikan diri.
  Carol
Abaya, seorang Aging and Elder Care Expert (dalam Hoyt, J.,
2021) mengklasifikasikan sandwich generation menjadi sebagai
berikut.
- The Traditional Sandwich
     Generation —
     orang dewasa berusia 40-50 tahun yang dihimpit oleh orang tua yang sudah
     lanjut usia dan anak-anak yang sudah memasuki usia produktif tetapi belum
     mandiri secara finansial.
 - The Club Sandwich Generation —
     Orang dewasa akhir berusia 60 tahunan yang dihimpit oleh orang tua yang
     semakin tua dan anak yang sudah dewasa atau bahkan cucunya. Tipe ini juga
     berlaku pada kelompok usia dewasa awal berusia 30-40 tahun yang
     bertanggung jawab atas anak, orang tua dan/atau kakek neneknya.
 - The Open Faced Sandwich
     Generation —
     Siapapun (non-profesional) yang terlibat aktif dalam perawatan lansia.
 
Berbagai Dampak Psikologis yang dihadapi Sandwich
Generation. Tuntutan untuk dapat menyeimbangkan peran dalam perawatan anak dan
orang tua menjadi beban yang berat bagi para sandwich generation. Beratnya
beban ini dapat membuat mereka merasa kelelahan, stres, dan rentan mengalami
masalah psikologis. Berikut ini adalah beberapa di antaranya:
1.    
Burnout
(kelelahan fisik dan mental), depresi, merasa bersalah dan khawatir secara
terus menerus.
2.    
Merasa tidak
mampu menjadi anak, pasangan, dan orang tua yang baik secara bersamaan.
3.    
Kesulitan dalam
mengelola pekerjaan, hobi, relationship dan waktu untuk diri sendiri (Hoyt, J.,
2021).
Bagaimana Cara Memutus Mata Rantai Sandwich
Generation?
1.    
Atur arus kas
keluarga, usahakan untuk memiliki jumlah penghasilan yang memadai.
2.    
Buat perencanaan
keuangan sejak dini, persiapkan tabungan, asuransi, dan dana darurat.
3.    
Kelola keuangan
dengan bijak dan hati-hati, serta tunda hutang konsumtif.
Berbagi beban finansial yang sulit ditanggung
sendiri bersama anggota keluarga (Aro, 2021; Pranoto, 2020).
Bahan Bacaan:
Alavi, K., Subuh, N., Mohamad, M. S., Ibrahim, F.,
Sarnon, N., & Nen, S. (2015). Peranan
kesejahteraan keluarga dan daya tahan dalam pengukuhan keluarga sandwich. Akademika, 85(1),
25–32. https://doi.org/10.17576/akad-8501-03
Aro. (2021). 5 tips keluar dari sandwich
generation, apa saja? RHB Trade Smart.
Fauziyah, Z. P. (2021). Mengenal sandwich
generation dan dampaknya pada kesehatan mental. Satu Persen.
F.P.Rari, Jamalludin, & Putri N. (2021). Perbandingan tingkat kebahagiaan antara
generasi sandwich dan non-generasi sandwich. In Press Jurnal Litbang Sukowati Vol. 6 No. 1, Nov
2022, Hal 1-13 https://journal.sragenkab.go.id/index.php/sukowati/article/download/254/112
Hoyt, J. (2021). The Sandwich generation.
Seniorliving.Org.
https://www.gramedia.com/best-seller/sandwich-generation/
https://www.manulife.co.id/id/artikel/anak-bukan-celengan-putuskan-rantai-sandwich-generation.html
Husain, S. A., & Sartika, R. (2021). Sandwich
Parenting: Pola Asuh Keluarga Abad 21. Sosietas 11, 8(11),
1002–1014.
Pranoto, S. (2020). 6 Tips Perencanaan
Keuangan Menjadi Sandwich Generation Sukses. Lovelife Daily.

Komentar
Posting Komentar