Sunyi yang Terpuji
Entah sudah malam yang
keberapa ayah dan ibuku berpadu kasih. Kamar pengantin yang harum, meskipun
sudah berkali-kali berganti pakaian. Suatu malam Yang Mulia melepaskan bahagianya
ke dalam rahim ibu. Dari sinilah aku dan kakak-kakakku bermula mungkin tidak
semua jadi hanya beberapa saja untuk mengikuti program pemerintah yang katanya
lebih baik punya dua anak. Dua puluh empat jam dan Sembilan bulan kurang sedikit.
Aku terjaga. Aku terawat. Aku benih, gabungan dingin dan tropis.
Malam yang hening pecah
sesaat terdengar tangisan di salah satu ruang persalinan. Bunga surga yang
diharapkan kini menunjukkan kecambahnya di bumi. Aku lahir. Anak perempuan
manis dengan rambut pirang sedikit ikal. Di Jakarta, 04 November 2000, Elena
Lisa Winter. Hanya bermodal kehadiranku saja sudah membuatku sukses karena
sudah mewujudkan harapan orangtuaku. Aku anak keempat dari empat bersaudara,
hanya aku anak perempuan satu-satunya. Aku bangga. Kakak-kakakku sangat
perhatian kepadaku.
Hampir tidak pernah
sedikit pun aku tak terpantau oleh mereka. Aku inigin berlari tiba-tiba saja
tanganku dipegang oleh salah satu kakakku. Entah kenapa mereka selalu dapat
menangkapku setiap aku ingin berlarian di luar rumah. Sehebat-hebatnya pesulap
membengkokan garpu, toh aku juga bisa. Pada suatu sore aku menjerit
sekencang-kencangnya tak sengaja mengambil setrika yang sedang dipanaskan di
ruang tamu. Seisi rumah pun bergemuruh mengetahui tak ada yang menjagaku. Ibuku
memarahi semua kakakku. Ibuku langsung membawaku ke kamar mandi untuk
mengalirkan air ke tanganku yang terasa sangat panas. Aku masih menangis
sepanjang malam.
Ayahku bermata biru ia
keturunan nelayan. Kakekku adalah perompak yang kalau mabuk tidak pernah sampai
tak sadarkan diri. Kalau sedang berlabuh kakek menyebut dirinya perampok. Kata
kakekku setiap ada temannya yang sampai mabuk pasti akan dikerjain. Ayahku
seorang pemabuk berat hampir setiap hari aku melihatnya mabuk di teras rumah
bersama temannya, sepi. Setiap aku di rumah, ayah selalu menyimpan minuman
favoritnya, sepertinya ia tidak ingin kalau anak-anaknya sampai menemukannya
apalagi sampai meminumnya. Aku tidak pernah melihat ayah merokok di rumah tapi
aku pernah melihat ayah merokok di luar rumah ketika ngobrol bersama temannya.
Entah apa yang dia pikirkan.
Ayahku sangat mencintai
malam, ia terjaga sampai nyaris dini hari. Senang bercengkrama dengan ikan dan
pohon palem di depan rumah. Bukan melamun melainkan melukis masa depan diri dan
keluarganya. Kanvas terbaik adalah gelap, teman setia adalah malam. Matanya
berkedip lebih sering setelah meminum kopi. Suara ibuku beberpa kali
memanggilnya, namun ayahku lebih mendengar panggilan angin malam. Angin yang
larut dalam semilirannya seolah sedang menyembuhkan luka batinnya.
Ayahku pernah cerita
kalau dia selama ini bekerja di pasar menjadi penjual daging. Ayahku tidak
pernah memakai dasi apalagi kemeja putih ketika bekerja. Dia lebih sering
memakai celana jeans dan kaos oblong saat bekerja. Dengan membawa motor bebek
jadulnya yang harus dipanaskan terlebih dulu sebelum digunakan. Pernah sekali
ketika kakakku telat masuk sekolah ayahku tidak memanaskannya dan baru jalan
keluar gang motornya pun mati. Pergi pagi dan pulang sore, jamnya pun tidak
pernah meleset. Rutinitas ayah. Ayahku memang disiplin.
Alexi Winter, kakak
pertamaku yang lahir ketika ayahku berada di kampung halamannya. Arsenio Winter
adalah kakak keduaku yang berjarak tiga tahun dari Alexi. Dua tahun berselang
lahir kakak ketigaku bernama Dharmendra Deen Winter, ia adalah anak pertama
yang dilahirkan secara sesar. Dan, lima tahun berselang lahirlah aku. Anak
perempuan paling cantik di keluarga ini.
Aku terlahir di tanah
kumuh sebuah perkampungan di pinggiran ibu kota. Sarang pencopet, pemabuk,
pembunuh, pemerkosa, penipu. Residivis berkembang subur di tanah ini. Ibuku tak
pernah lelah untuk menasihatiku agar berhati-hati dalam memilih teman. “Kamu
boleh berbuat baik kepada siapa pun, tetapi ingat untuk berteman kamu harus
pilih-pilih” begitulah kalimat yang sering ibu ucapkan setiap aku akan pergi
sekolah dan ketika hendak tidur. 
Komentar
Posting Komentar