HAKI
Secara
ringkas hak atas kekayaan intelektual (HAKI) adalah hak ekslusif yang dimiliki
oleh seseorang hasil dari kegiatan intelektual atas ciptaan suatu karya dan
berpotensi memberikan manfaat ekonomi serta mendapat perlindungan hukum. Hak
pada hakikatnya dimiliki setiap orang sejak janin ditiup ruh dalam kandungan. Eksistensi
HAKI terbentuk dari kreativitas individu yang dikembangkan sendiri lalu muncul
suatu ide atau konsep untuk menciptakan sebuah karya yang memiliki manfaat bagi
banyak orang. Menurut Rayfel A. Rantung (2014), berpendapat “Perlindungan
terhadap hak kekayaan intelektual khususnya hak cipta merupakan suatu terobosan
tersendiri dalam perkembangan hukum di era modern.”
Hak cipta sendiri
memiliki dua hak pokok yang mendasari perlindungannya, yaitu hak moral dan hak
ekonomi. Hak moral adalah hak yang melindungi pencipta secara alami guna diakui
sebagai pencipta, sedangkan hak ekonomi adalah hak yang timbul bagi pencipta
untuk mendapatkan keuntungan atau royalty atas ciptaannya yang merupakan hasil
dari buah pikirnya. Bentuk perlindungan hukum ini wajib ada untuk memberikan perlindungan
karena tidak semua orang dapat menciptakan suatu karya untuk diwujudkan ke dalam
suatu karya nyata sehingga dapat bermanfaat. Oleh sebab itu, HAKI melahirkan
sifat eksklusif dan layak untuk dihargai dan dilindungi.
            Demi menjaga eksistensi ide dan
harga diri, seseorang rela mengeluarkan banyak uang, tenaga, dan waktu untuk
memperjuangkan haknya atas suatu karya yang sudah dilahirkan. Beberapa bulan
lalu terjadi pertikaian atas hak kekayaan intelektual (HKI) yang melibatkan
artis dan pengusaha dari dua merek waralaba makanan penjual ayam geprek. Di took-toko
daring (e-commerce) terdapat beberapa
penjual yang sengaja dan sadar menjual secara besar-besaran karya sastra versi e-book tanpa meminta izin terlebih
dahulu dari pencipta atau penerbit. Pelanggaran hak cipta kerap terjadi,
khususnya di era teknologi yang sudah sangat maju seperti sekarang ini. Pembajakkan
tidak hanya meliputi bidang musik,  video
dan gambar. Pembajakan hak cipta juga merambah ke karya sastra, seperti novel,
cerpen, antologi puisi yang telah dikonversi ke dalam format e-book. Sebelum teknologi popular
seperti sekarang ini karya sastra dibuat hanya dalam bentuk buku cetak dan
dipasarkan hanya lewat took-toko buku, namun sekarang atas hadirnya teknologi
khususnya internet, seorang penulis novel dapat memasarkan karyanya dimanapun
dan kapanpun melalui jaringan internet. Salah satu lokasi pemasaran yang sering
digunakan adalah e-commerce,
Instagram, dan Facebook. Berjualan atau berbelanja di internet juga menjadi
sasaran pihak-pihak nakal untuk melakukan pembajakan karya sastra. Pada awalnya
pembeli e-book tetapi setelah melihat
peluang dan kebutuhan pasar, pembeli itu selanjutnya memanfaatkan teknologi copy-paste untuk mereproduksi kembali e-book tersebut demi mendapatkan
keuntungan sepihak melalui penjualan di e-commerce,
dan media sosial.  Padahal, terdapat  ketentuan penggunaan yang sudah seharusnya
dipatuhi dalam semua e-commerce dan
media sosial jika digunakan untuk keperluan bisnis. Semua orang yang memanfaatkan
e-commerce  telah menyetujui syarat dan ketentuan
penggunaan yang telah ditetapkan. Syarat dan ketentuan ini merupakan suatu
bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam sebuah perjanjian antara Pengguna
(baik itu penjual maupun pembeli) dengan pihak ketiga, yaitu e-commerce dan media sosial. Proses
terciptanya suatu buku sangat panjang, dimulai dari penulisan yang dapat
memakan waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun, merangkai kata demi
kata sehingga tersusun paragraf yang padu dan enak untuk dibaca, diserahkan ke
penerbit, diseleksi oleh pihak penerbit selama tiga bulan paling cepat,
naskahnya disunting, permohonan izin ISBN ke perpusnas kurang lebih satu bulan,
dicetak, dan terakhir dipasarkan. Ketika buku sudah dibeli dan sampai ke tangan
pembaca, maka buku tersebut telah melibatkan banyak orang, mulai dari
penulisnya, editor, ilustrator, desainer, percetakan, distributor, dan kemudian
dijual di toko buku atau secara daring. Semua itu merupakan proses yang dilalui
untuk melahirkan buku. Disaat membaca buku
bajakan pelaku pembajakan juga telah “memutus” rezeki bukan hanya untuk
penulisnya saja, tetapi juga termasuk orang-orang yang terlibat tadi. Marilah
menghargai karya orang lain, lebih parah lagi ketika di lapak seorang penjual
memberikan keterangan buku bajakan tersebut sebagai buku asli (original) berarti pelaku pembajakan juga
telah melakukan penipuan.
Di industri musik perselisihan
terkait hak cipta beberapa kali terjadi, seperti pada 29 Mei 2020 video klip
lagu Kekeyi berjudul “Keke Bukan Boneka” dirilis, lagu Kekeyi tersebut dinilai
menjiplak lagu milik Rinni Wulandari yang berjudul “Aku Bukan Boneka” yang
rilis tahun 2007. Pada tahun 2013, pedangdut Erie Suzan pernah digugat oleh
Family Band karena mengubah lagu berjudul “Aku Rindu” dalam versi dangdut tanpa
izin mediasi pun ditempuh oleh kedua pihak hingga berakhir damai. Pada 2018,
ketika Gen Halilintar menyanyikan ulang lagu dangdut Siti Badriah “Lagi
Syantik” dengan mengubah liriknya dan memproduksi video klip tanpa izin, label
musik Nagaswara melayangkan gugatan terhadap pihak Gen Halilintar atas
pelanggaran hak cipta lagu tersebut. Setelah melalui proses panjang, Gen Halilintar memenangkan kasus
pelanggaran hak cipta tersebut. Pada 2018, Via Vallen membawakan lagu “Sunset
di Tanah Anarki” karya Superman Is Dead (SID) di acara off air tanpa mendapat
izin ketika diubah menjadi versi dangdut koplo. Sempat berselisih dengan drummer
SID, I Gede Ari Astina alias Jerinx karena Via Vallen tidak paham makna lagu
dan sudah menghilangkan ruh atas lagu tersebut.
Menurut Munandar
dan Sitanggang dalam buku yang berjudul “Mengenal HAKI (Hak atas Kekayaan
Intelektual) Hak Cipta, Paten, Merek dan Seluk-beluknya” Erlangga Group, Jakarta,
hlm.3. Bahwa secara hukum HAKI dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Hak cipta
(copyrights) adalah hak eksklusif atau hak yang hanya dimiliki si pemegang hak
cipta untuk mengatur penggunaan hasil karya tertentu.
2. Hak Kekayaan
Industri (Industrial Property Rights), meliputi: 
a. Hak paten adalah
hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada sesorang atas hasil temuannya
dibidang teknologi dimana selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
penemuannya tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
b. Hak merek atau
merek dagang adalah tanda berupa gambar, nama, kata huruf, angka, susunan warna
dari unsur-unsur yang memiliki pembeda antara produk sejenis yang digunakan
dalam bidang perniagaan atau jasa.
c. Hak desain
industri adalah suatu kreasi bentuk atau komposisi garis dan warna atau
gabungan dari dua atau beberapa dimensi yang dapat memberikan kesan estetis
untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, dan kerajinan
tangan.
d. Desain tata
letak sirkuit terpadu, yaitu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang
didalamnya terdapat berbagau elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen
tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan
serta di bentuk secara terpadu di dlam sebuah bahan semikonduktor yang
dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.
e. Rahasia dagang,
yaitu informasi yang tidak dapat diketahui oleh umum di bidang teknologi
dan/atau bisnis, yang mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan
usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.
f. Varietas
tanaman, yaitu sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai
oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, biji, dan ekspresi
karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis
atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan
apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan.
Hak Perlindungan
Varietas Tanaman (PVT), walaupun tergolong Hak Kekayaan Industri, namun
pengurusnya berbeda dengan Hak Kekayaan Industri lainnya. Pengurus Hak PVT
ditangani oleh Kantor PVT atau pusat PVT yang berada di bawah Departemen
Pertanian RI. Sedangkan pengurusan Hak Paten, Merek, Desain Industri, Desain
Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST), dan Rahasia Dagang ditangani oleh
Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) yang berada di bawah
Kementrian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Peraturan
perundang-undangan tentang HAKI yang dimiliki Indonesia sampai saat ini adalah:
1) Hak Cipta diatur dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 direvisi oleh
UndangUndang Nomor 7 Tahun 1987 kemudian diganti oleh Undang- Undang Nomor 12
Tahun 1997, terakhir diganti oleh Undang-Undang Nomor19 Tahun 2002;
2) Paten diatur
dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997, terakhir diganti dengan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2016;
3) Merek diatur
dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992, diganti oleh UndangUndang Nomor 14
Tahun 1997, terakhir diganti oleh Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang
merek dan Indikasi Geografis;
4) Perlindungan Varietas Tanaman diatur
dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000;
5) Rahasia Dagang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2000;
6) Desain Industri diatur dengan Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2000;
7) Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu diatur
dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000
            Perlindungan hukum atas hak cipta
terhadap pembajakan novel karya sastra versi e-book di e-commerce dituangkan
dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Hak cipta memberikan
perlindungan hukum jika suatu ide telah terwujud ke dalam bentuk yang nyata.
Umumnya bentuk pembajakan novel karya sastra versi e-book dilakukan dengan
menggunakan teknologi, yaitu copy paste. Motif pembajakan adalah untuk
mendapatkan keuntungan ekonomi secara sepihak. Oleh sebab itu, HAKI melahirkan
sifat eksklusif dan layak untuk dihargai dan dilindungi karena ada orang demi
menjaga eksistensi ide dan harga diri, seseorang rela mengeluarkan banyak uang,
tenaga, dan waktu untuk memperjuangkan haknya atas suatu karya yang sudah
dilahirkan.
Upaya penegakan
hukum terhadap pembajakan hak cipta novel karya sastra versi e-book diatur
dalam Undang-Undang Nomor28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, dimana upaya
penegakan hukumnya oleh pemerintah dengan memberikan sanksi pidana dan sanksi
perdata dengan tuntutan berupa ganti rugi. Pada Pasal 113 ayat 3 Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 Tentang HakCipta, dikatakan bahwa Pemerintah memiliki peran
untuk menegakkan hukum hak cipta terhadap pembajakan novel karya sastra versi
e-book di Tokopedia dengan memberikan sanksi yang tegas berupa pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Komentar
Posting Komentar