Sastra Indonesia
Sastra
Indonesia
Sastra
Indonesia adalah sebuah istilah yang melingkupi berbagai macam karya sastra di
Asia Tenggara. Istilah "Indonesia" sendiri mempunyai arti yang saling
melengkapi terutama dalam cakupan geografi dan sejarah politik di wilayah
tersebut.
Sastra
Indonesia sendiri dapat merujuk pada sastra yang dibuat di wilayah Kepulauan
Indonesia. Sering juga secara luas dirujuk kepada sastra yang bahasa akarnya
berdasarkan Bahasa Melayu (di mana bahasa Indonesia adalah satu turunannya).
Dengan pengertian kedua maka sastra ini dapat juga diartikan sebagai sastra
yang dibuat di wilayah Melayu (selain Indonesia, terdapat juga beberapa negara
berbahasa Melayu seperti Malaysia dan Brunei), demikian pula bangsa Melayu yang
tinggal di Singapura.
Sastra Dalam Pengertian
Umum
Sastra
(Sanskerta: shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta ‘Sastra’,
yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar
‘Sas’ yang berarti “instruksi” atau “ajaran” dan ‘Tra’ yang berarti “alat” atau
“sarana”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada
“kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan
tertentu.
Yang
agak bias adalah pemakaian istilah sastra dan sastrawi. Segmentasi sastra lebih
mengacu sesuai defenisinya sebagai sekedar teks. Sedang sastrawi lebih mengarah
pada sastra yang kental nuansa puitis atau abstraknya. Istilah sastrawan adalah
salah satu contohnya, diartikan sebagai orang yang menggeluti sastrawi, bukan
sastra.
Selain
itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau
sastra lisan (sastra oral). Di sini sastra tidak banyak berhubungan dengan
tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman
atau pemikiran tertentu.
Sastra
dibagi menjadi 2 yaitu Prosa dan Puisi, Prosa adalah karya sastra yang tidak
terikat sedangkan Puisi adalah karya sastra yang terikat dengan kaidah dan
aturan tertentu. Contoh karya Sastra Puisi yaitu Puisi, Pantun, dan Syair sedangkan contoh karya sastra Prosa
yaitu Novel, Cerita/Cerpen, dan Drama.
Pengertian
Sastra Menurut Para Ahli
Mursal
Esten (1978 : 9)
Sastra
atau Kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif
sebagai manifestasi kehidupan manusia. (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai
medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan).
Semi
(1988 : 8 )
Sastra.
adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah
manusia dan kehidupannya menggunakan bahasa sebagai mediumnya.
Panuti
Sudjiman (1986 : 68)
Sastra
sebagai karya lisan atau tulisan yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti
keorisinalan, keartistikan, keindahan dalam isi, dan ungkapanya.
Ahmad
Badrun (1983 : 16)
Kesusastraan
adalah kegiatan seni yang mempergunakan bahasa dan garis simbol-simbol lain
sebagai alai, dan bersifat imajinatif.
Eagleton
(1988 : 4)
Sastra
adalah karya tulisan yang halus (belle letters) adalah karya yang mencatatkan
bentuk bahasa. harian dalam berbagai cara dengan bahasa yang dipadatkan,
didalamkan, dibelitkan, dipanjangtipiskan dan diterbalikkan, dijadikan ganjil.
Plato
Sastra
adalah hasil peniruan atau gambaran dari kenyataan (mimesis). Sebuah karya
sastra harus merupakan peneladanan alam semesta dan sekaligus merupakan model
kenyataan. Oleh karena itu, nilai sastra semakin rendah dan jauh dari dunia
ide.
Aristoteles
Sastra
sebagai kegiatan lainnya melalui agama, ilmu pengetahuan dan filsafat.
Robert
Scholes (1992: 1)
Tentu
saja, sastra itu sebuah kata, bukan sebuah benda
Sapardi
(1979: 1)
Memaparkan
bahwa sastra itu adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium.
Bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran
kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan social.
Taum
(1997: 13)
Sastra
adalah karya cipta atau fiksi yang bersifat imajinatif” atau “sastra adalah
penggunaan bahasa yang indah dan berguna yang menandakan hal-hal lain”
Periodisasi
Sastra Indonesia
terbagi menjadi 2 bagian besar, yaitu:
lisan
tulisan
tulisan
Secara
urutan waktu maka sastra Indonesia terbagi atas beberapa angkatan:
Angkatan
Pujangga Lama
Angkatan
Sastra Melayu Lama
Angkatan
Balai Pustaka
Angkatan
Pujangga Baru
Angkatan
1945
Angkatan
1950 - 1960-an
Angkatan
1966 - 1970-an
Angkatan
1980 - 1990-an
Angkatan
Reformasi
Angkatan
2000-an
Pujangga Lama
Pujangga
lama merupakan bentuk pengklasifikasian karya sastra di Indonesia yang
dihasilkan sebelum abad ke-20. Pada masa ini karya sastra di dominasi oleh
syair, pantun, gurindam dan hikayat. Di Nusantara, budaya Melayu klasik dengan
pengaruh Islam yang kuat meliputi sebagian besar negara pantai Sumatera dan
Semenanjung Malaya. Di Sumatera bagian utara muncul karya-karya penting berbahasa
Melayu, terutama karya-karya keagamaan. Hamzah Fansuri adalah yang pertama di
antara penulis-penulis utama angkatan Pujangga Lama. Dari istana Kesultanan
Aceh pada abad XVII muncul karya-karya klasik selanjutnya, yang paling
terkemuka adalah karya-karya Syamsuddin Pasai dan Abdurrauf Singkil, serta
Nuruddin ar-Raniri.
Karya
Sastra Pujangga Lama
Ø Sejarah
Ø Sejarah
Melayu (Malay Annals)
Ø Tuhfat
al-Nafis (Bingkisan Berharga) karya Raja Ali Haji
Hikayat
Ø Hikayat
Abdullah
Ø Hikayat
Aceh
Ø Hikayat
Amir Hamzah
Ø Hikayat
Andaken Penurat
Ø Hikayat
Bayan Budiman
Ø Hikayat
Djahidin
Ø Hikayat
Hang Tuah
Ø Hikayat
Iskandar Zulkarnain
Ø Hikayat
Kadirun
Ø Hikayat
Kalila dan Damina
Ø Hikayat
Masydulhak
Ø Hikayat
Pandawa Jaya
Ø Hikayat
Pandja Tanderan
Ø Hikayat
Putri Djohar Manikam
Ø Hikayat
Sri Rama
Ø Hikayat
Tjendera Hasan
Ø Tsahibul
Hikayat
Syair
Ø Syair
Bidasari
Ø Syair
Hukum Nikah karya Raja Ali Haji
Ø Syair
Ken Tambuhan
Ø Syair
Siti Shianah karya Raja Ali Haji
Ø Syair
Sultan Abdul Muluk karya Raja Ali Haji
Ø Syair
Suluh Pegawai karya Raja Ali Haji
Ø Syair
Raja Mambang Jauhari
Ø Syair
Raja Siak
Gurindam
Ø Gurindam
Dua Belas karya Raja Ali Haji
Kitab
agama
Ø Syarab
al-'Asyiqin (Minuman Para Pecinta) oleh Hamzah Fansuri
Ø Asrar
al-'Arifin (Rahasia-rahasia para Gnostik) oleh Hamzah Fansuri
Ø Nur
ad-Daqa'iq (Cahaya pada kehalusan-kehalusan) oleh Syamsuddin Pasai
Ø Bustan
as-Salatin (Taman raja-raja) oleh Nuruddin ar-Raniri
Sastra Melayu Lama
Karya
sastra di Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870 - 1942, yang berkembang
dilingkungan masyarakat Sumatera seperti "Langkat, Tapanuli, Minangkabau
dan daerah Sumatera lainnya", orang Tionghoa dan masyarakat Indo-Eropa.
Karya sastra pertama yang terbit sekitar tahun 1870 masih dalam bentuk syair,
hikayat dan terjemahan novel barat.
Karya
Sastra Melayu Lama
Ø Robinson
Crusoe (terjemahan)
Ø Lawan-lawan
Merah
Ø Mengelilingi
Bumi dalam 80 hari (terjemahan)
Ø Graaf
de Monte Cristo (terjemahan)
Ø Kapten
Flamberger (terjemahan)
Ø Rocambole
(terjemahan)
Ø Nyai
Dasima oleh G. Francis (Indo)
Ø Bunga
Rampai oleh A.F van Dewall
Ø Kisah
Perjalanan Nakhoda Bontekoe
Ø Kisah
Pelayaran ke Pulau Kalimantan
Ø Kisah
Pelayaran ke Makassar dan lain-lainnya
Ø Cerita
Siti Aisyah oleh H.F.R Kommer (Indo)
Ø Cerita
Nyi Paina
Ø Cerita
Nyai Sarikem
Ø Cerita
Nyonya Kong Hong Nio
Ø Nona
Leonie
Ø Warna
Sari Melayu oleh Kat S.J
Ø Cerita
Si Conat oleh F.D.J. Pangemanan
Ø Cerita
Rossina
Ø Nyai
Isah oleh F. Wiggers
Ø Drama
Raden Bei Surioretno
Ø Syair
Java Bank Dirampok
Ø Lo
Fen Kui oleh Gouw Peng Liang
Ø Cerita
Oey See oleh Thio Tjin Boen
Ø Tambahsia
Ø Busono
oleh R.M.Tirto Adhi Soerjo
Ø Nyai
Permana
Ø Hikayat
Siti Mariah oleh Hadji Moekti (indo)
Ø dan
masih ada sekitar 3000 judul karya sastra Melayu-Lama lainnya
Angkatan Balai Pustaka
Angkatan
Balai Pusataka merupakan karya sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun
1920, yang dikeluarkan oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita
pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun,
gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini.
Balai
Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul
dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti
kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai
Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa
Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa
Batak, dan bahasa Madura.
Nur
Sutan Iskandar dapat disebut sebagai "Raja Angkatan Balai Pustaka"
karena ada banyak sekali karya tulisnya pada masa tersebut. Apabila dilihat
daerah asal kelahiran para pengarang, dapatlah dikatakan bahwa novel-novel
Indonesia yang terbit pada angkatan ini adalah "novel Sumatera",
dengan Minangkabau sebagai titik pusatnya.
Pada
masa ini, novel Siti Nurbaya dan Salah Asuhan menjadi karya yang cukup penting.
Keduanya menampilkan kritik tajam terhadap adat-istiadat dan tradisi kolot yang
membelenggu. Dalam perkembangannya, tema-tema inilah yang banyak diikuti oleh
penulis-penulis lainnya pada masa itu.
Penulis
dan Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka:
Merari
Siregar
Ø Azab
dan Sengsara (1920)
Ø Binasa
kerna Gadis Priangan (1931)
Ø Cinta
dan Hawa Nafsu
Marah
Roesli
Ø Siti
Nurbaya (1922)
Ø La
Hami (1924)
Ø Anak
dan Kemenakan (1956)
Muhammad
Yamin
Ø Tanah
Air (1922)
Ø Indonesia,
Tumpah Darahku (1928)
Ø Kalau
Dewi Tara Sudah Berkata
Ø Ken
Arok dan Ken Dedes (1934)
Nur
Sutan Iskandar
Ø Apa
Dayaku karena Aku Seorang Perempuan (1923)
Ø Cinta
yang Membawa Maut (1926)
Ø Salah
Pilih (1928)
Ø Karena
Mentua (1932)
Ø Tuba
Dibalas dengan Susu (1933)
Ø Hulubalang
Raja (1934)
Ø Katak
Hendak Menjadi Lembu (1935)
Tulis
Sutan Sati
Ø Tak
Disangka (1923)
Ø Sengsara
Membawa Nikmat (1928)
Ø Tak
Membalas Guna (1932)
Ø Memutuskan
Pertalian (1932)
Djamaluddin
Adinegoro
Ø Darah
Muda (1927)
Ø Asmara
Jaya (1928)
Abas
Sutan Pamuntjak Nan Sati
Ø Pertemuan
(1927)
Abdul
Muis
Ø Salah
Asuhan (1928)
Ø Pertemuan
Djodoh (1933)
Aman
Datuk Madjoindo
Ø Menebus
Dosa (1932)
Ø Si
Cebol Rindukan Bulan (1934)
Ø Sampaikan
Salamku Kepadanya (1935)
Pujangga Baru
Pujangga
Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai
Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap
karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra
Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistis dan elitis.
Pada
masa itu, terbit pula majalah Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir
Alisjahbana, beserta Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia
setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 - 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir
Alisyahbana. Karyanya Layar Terkembang, menjadi salah satu novel yang sering
diulas oleh para kritikus sastra Indonesia. Selain Layar Terkembang, pada
periode ini novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck dan Kalau Tak Untung menjadi
karya penting sebelum perang.
Masa
ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu :
Kelompok
"Seni untuk Seni" yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir
Hamzah
Kelompok
"Seni untuk Pembangunan Masyarakat" yang dimotori oleh Sutan Takdir
Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi.
Penulis
dan Karya Sastra Pujangga Baru
Sutan
Takdir Alisjahbana
Ø Dian
Tak Kunjung Padam (1932)
Ø Tebaran
Mega - kumpulan sajak (1935)
Ø Layar
Terkembang (1936)
Ø Anak
Perawan di Sarang Penyamun (1940)
Hamka
Ø Di
Bawah Lindungan Ka'bah (1938)
Ø Tenggelamnya
Kapal Van der Wijck (1939)
Ø Tuan
Direktur (1950)
Ø Di
dalam Lembah Kehidoepan (1940)
Armijn
Pane
Ø Belenggu
(1940)
Ø Jiwa
Berjiwa
Ø Gamelan
Djiwa - kumpulan sajak (1960)
Ø Djinak-djinak
Merpati - sandiwara (1950)
Ø Kisah
Antara Manusia - kumpulan cerpen (1953)
Ø Habis
Gelap Terbitlah Terang - Terjemahan Surat R.A. Kartini (1945)
Sanusi
Pane
Ø Pancaran
Cinta (1926)
Ø Puspa
Mega (1927)
Ø Madah
Kelana (1931)
Ø Sandhyakala
Ning Majapahit (1933)
Ø Kertajaya
(1932)
Tengku
Amir Hamzah
Ø Nyanyi
Sunyi (1937)
Ø Begawat
Gita (1933)
Ø Setanggi
Timur (1939)
Roestam
Effendi
Ø Bebasari:
toneel dalam 3 pertundjukan
Ø Pertjikan
Permenungan
Sariamin
Ismail
Ø Kalau
Tak Untung (1933)
Ø Pengaruh
Keadaan (1937)
Anak
Agung Pandji Tisna
Ø Ni
Rawit Ceti Penjual Orang (1935)
Ø Sukreni
Gadis Bali (1936)
Ø I
Swasta Setahun di Bedahulu (1938)
J.E.Tatengkeng
Ø Rindoe
Dendam (1934)
Fatimah
Hasan Delais
Ø Kehilangan
Mestika (1935)
Said
Daeng Muntu
Ø Pembalasan
Ø Karena
Kerendahan Boedi (1941)
Karim
Halim
Ø Palawija
(1944)
Angkatan 1945
Pengalaman
hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan
'45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga
baru yang romantik-idealistik. Karya-karya sastra pada angkatan ini banyak
bercerita tentang perjuangan merebut kemerdekaan seperti halnya puisi-puisi
Chairil Anwar. Sastrawan angkatan '45 memiliki konsep seni yang diberi judul
"Surat Kepercayaan Gelanggang". Konsep ini menyatakan bahwa para
sastrawan angkatan '45 ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati
nurani. Selain Tiga Manguak Takdir, pada periode ini cerpen Dari Ave Maria ke
Jalan Lain ke Roma dan Atheis dianggap sebagai karya pembaharuan prosa
Indonesia.
Penulis
dan Karya Sastra Angkatan 1945
Chairil
Anwar
Ø Kerikil
Tajam (1949)
Ø Deru
Campur Debu (1949)
Asrul
Sani, bersama Rivai Apin dan Chairil Anwar
Ø Tiga
Menguak Takdir (1950)
Idrus
Ø Dari
Ave Maria ke Djalan Lain ke Roma (1948)
Ø Aki
(1949)
Ø Perempuan
dan Kebangsaan
Achdiat
K. Mihardja
Ø Atheis
(1949)
Trisno
Sumardjo
Ø Katahati
dan Perbuatan (1952)
Utuy
Tatang Sontani
Ø Suling
(drama) (1948)
Ø Tambera
(1949)
Ø Awal
dan Mira - drama satu babak (1962)
Suman
Hs.
Ø Kasih
Ta' Terlarai (1961)
Ø Mentjari
Pentjuri Anak Perawan (1957)
Ø Pertjobaan
Setia (1940)
Angkatan 1950 - 1960-an
Angkatan
50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B. Jassin. Ciri
angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan
kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan
dengan majalah sastra lainnya, Sastra.
Pada
angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam
Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis.
Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan di antara kalangan
sastrawan di Indonesia pada awal tahun 1960; menyebabkan mandegnya perkembangan
sastra karena masuk kedalam politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan
pecahnya G30S di Indonesia.
Penulis
dan Karya Sastra Angkatan 1950 - 1960-an
Pramoedya
Ananta Toer
Ø Kranji
dan Bekasi Jatuh (1947)
Ø Bukan
Pasar Malam (1951)
Ø Di
Tepi Kali Bekasi (1951)
Ø Keluarga
Gerilya (1951)
Ø Mereka
yang Dilumpuhkan (1951)
Ø Perburuan
(1950)
Ø Cerita
dari Blora (1952)
Ø Gadis
Pantai (1962-65)
Nh.
Dini
Ø Dua
Dunia (1950)
Ø Hati
jang Damai (1960)
Sitor
Situmorang
Ø Dalam
Sadjak (1950)
Ø Djalan
Mutiara: kumpulan tiga sandiwara (1954)
Ø Pertempuran
dan Saldju di Paris (1956)
Ø Surat
Kertas Hidjau: kumpulan sadjak (1953)
Ø Wadjah
Tak Bernama: kumpulan sadjak (1955)
Mochtar
Lubis
Ø Tak
Ada Esok (1950)
Ø Jalan
Tak Ada Ujung (1952)
Ø Tanah
Gersang (1964)
Ø Si
Djamal (1964)
Marius
Ramis Dayoh
Ø Putra
Budiman (1951)
Ø Pahlawan
Minahasa (1957)
Ajip
Rosidi
Ø Tahun-tahun
Kematian (1955)
Ø Ditengah
Keluarga (1956)
Ø Sebuah
Rumah Buat Hari Tua (1957)
Ø Cari
Muatan (1959)
Ø Pertemuan
Kembali (1961)
Ali
Akbar Navis
Ø Robohnya
Surau Kami - 8 cerita pendek pilihan (1955)
Ø Bianglala
- kumpulan cerita pendek (1963)
Ø Hujan
Panas (1964)
Ø Kemarau
(1967)
Toto
Sudarto Bachtiar
Ø Etsa
sajak-sajak (1956)
Ø Suara
- kumpulan sajak 1950-1955 (1958)
Ramadhan
K.H
Ø Priangan
si Jelita (1956)
W.S.
Rendra
Ø Balada
Orang-orang Tercinta (1957)
Ø Empat
Kumpulan Sajak (1961)
Ø Ia
Sudah Bertualang (1963)
Subagio
Sastrowardojo
Ø Simphoni
(1957)
Nugroho
Notosusanto
Ø Hujan
Kepagian (1958)
Ø Rasa
Sajangé (1961)
Ø Tiga
Kota (1959)
Trisnojuwono
Ø Angin
Laut (1958)
Ø Dimedan
Perang (1962)
Ø Laki-laki
dan Mesiu (1951)
Toha
Mochtar
Ø Pulang
(1958)
Ø Gugurnya
Komandan Gerilya (1962)
Ø Daerah
Tak Bertuan (1963)
Purnawan
Tjondronagaro
Ø Mendarat
Kembali (1962)
Ø Bokor
Hutasuhut
Ø Datang
Malam (1963)
Angkatan 1966 - 1970-an
Angkatan
ini ditandai dengan terbitnya Horison (majalah sastra) pimpinan Mochtar
Lubis.[3] Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya
sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra dengan
munculnya karya sastra beraliran surealistik, arus kesadaran, arketip, dan
absurd. Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam menerbitkan
karya-karya sastra pada masa ini. Sastrawan pada angkatan 1950-an yang juga
termasuk dalam kelompok ini adalah Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro,
Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono dan
Satyagraha Hoerip Soeprobo dan termasuk paus sastra Indonesia, H.B. Jassin.
Beberapa
satrawan pada angkatan ini antara lain: Umar Kayam, Ikranegara, Leon Agusta,
Arifin C. Noer, Darmanto Jatman, Arief Budiman, Goenawan Mohamad, Budi Darma,
Hamsad Rangkuti, Putu Wijaya, Wisran Hadi, Wing Kardjo, Taufik Ismail, dan
banyak lagi yang lainnya.
Penulis
dan Karya Sastra Angkatan 1966
Taufik
Ismail
Ø Malu
(Aku) Jadi Orang Indonesia
Ø Tirani
dan Benteng
Ø Buku
Tamu Musim Perjuangan
Ø Sajak
Ladang Jagung
Ø Kenalkan
Ø Saya
Hewan
Ø Puisi-puisi
Langit
Sutardji
Calzoum Bachri
Ø O
Ø Amuk
Ø Kapak
Abdul
Hadi WM
Ø Meditasi
(1976)
Ø Potret
Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975)
Ø Tergantung
Pada Angin (1977)
Sapardi
Djoko Damono
Ø Dukamu
Abadi (1969)
Ø Mata
Pisau (1974)
Goenawan
Mohamad
Ø Parikesit
(1969)
Ø Interlude
(1971)
Ø Potret
Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972)
Ø Seks,
Sastra, dan Kita (1980)
Umar
Kayam
Ø Seribu
Kunang-kunang di Manhattan
Ø Sri
Sumarah dan Bawuk
Ø Lebaran
di Karet
Ø Pada
Suatu Saat di Bandar Sangging
Ø Kelir
Tanpa Batas
Ø Para
Priyayi
Ø Jalan
Menikung
Danarto
Ø Godlob
Adam
Makrifat
Ø Berhala
Nasjah
Djamin
Ø Hilanglah
si Anak Hilang (1963)
Ø Gairah
untuk Hidup dan untuk Mati (1968)
Putu
Wijaya
Ø Bila
Malam Bertambah Malam (1971)
Ø Telegram
(1973)
Ø Stasiun
(1977)
Ø Pabrik
Ø Gres
Ø Bom
Djamil
Suherman
Ø Perjalanan
ke Akhirat (1962)
Ø Manifestasi
(1963)
Titis
Basino
Ø Dia,
Hotel, Surat Keputusan (1963)
Ø Lesbian
(1976)
Ø Bukan
Rumahku (1976)
Ø Pelabuhan
Hati (1978)
Ø Pelabuhan
Hati (1978)
Leon
Agusta
Ø Monumen
Safari (1966)
Ø Catatan
Putih (1975)
Ø Di
Bawah Bayangan Sang Kekasih (1978)
Ø Hukla
(1979)
Iwan
Simatupang
Ø Ziarah
(1968)
Ø Kering
(1972)
Ø Merahnya
Merah (1968)
Ø Keong
(1975)
Ø RT
Nol/RW Nol
Ø Tegak
Lurus Dengan Langit
M.A
Salmoen
Ø Masa
Bergolak (1968)
Parakitri
Tahi Simbolon
Ø Ibu
(1969)
Chairul
Harun
Ø Warisan
(1979)
Kuntowijoyo
Ø Khotbah
di Atas Bukit (1976)
M.
Balfas
Ø Lingkaran-lingkaran
Retak (1978)
Mahbub
Djunaidi
Ø Dari
Hari ke Hari (1975)
Wildan
Yatim
Ø Pergolakan
(1974)
Harijadi
S. Hartowardojo
Ø Perjanjian
dengan Maut (1976)
Ismail
Marahimin
Ø Dan
Perang Pun Usai (1979)
Wisran
Hadi
Ø Empat
Orang Melayu
Ø Jalan
Lurus
Angkatan 1980 - 1990an
Karya
sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan
banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa
tersebut yaitu Marga T. Karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar
luas diberbagai majalah dan penerbitan umum.
Beberapa
sastrawan yang dapat mewakili angkatan dekade 1980-an ini antara lain adalah:
Remy Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Ajidarma,
Pipiet Senja, Kurniawan Junaidi, Ahmad Fahrawie, Micky Hidayat, Arifin Noor
Hasby, Tarman Effendi Tarsyad, Noor Aini Cahya Khairani, dan Tajuddin Noor
Ganie.
Nh.
Dini (Nurhayati Dini) adalah sastrawan wanita Indonesia lain yang menonjol pada
dekade 1980-an dengan beberapa karyanya antara lain: Pada Sebuah Kapal, Namaku
Hiroko, La Barka, Pertemuan Dua Hati, dan Hati Yang Damai. Salah satu ciri khas
yang menonjol pada novel-novel yang ditulisnya adalah kuatnya pengaruh dari
budaya barat, di mana tokoh utama biasanya mempunyai konflik dengan pemikiran
timur.
Mira
W dan Marga T adalah dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol dengan fiksi
romantis yang menjadi ciri-ciri novel mereka. Pada umumnya, tokoh utama dalam
novel mereka adalah wanita. Bertolak belakang dengan novel-novel Balai Pustaka
yang masih dipengaruhi oleh sastra Eropa abad ke-19 di mana tokoh utama selalu dimatikan
untuk menonjolkan rasa romantisme dan idealisme, karya-karya pada era 1980-an
biasanya selalu mengalahkan peran antagonisnya.
Namun
yang tak boleh dilupakan, pada era 1980-an ini juga tumbuh sastra yang
beraliran pop, yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori oleh
Hilman Hariwijaya dengan serial Lupusnya. Justru dari kemasan yang ngepop
inilah diyakini tumbuh generasi gemar baca yang kemudian tertarik membaca
karya-karya yang lebih berat.
Ada
nama-nama terkenal muncul dari komunitas Wanita Penulis Indonesia yang
dikomandani Titie Said, antara lain: La Rose, Lastri Fardhani, Diah Hadaning,
Yvonne de Fretes, dan Oka Rusmini.
Penulis
dan Karya Sastra Angkatan 1980 - 1990an
Ahmadun
Yosi Herfanda
Ø Ladang
Hijau (1980)
Ø Sajak
Penari (1990)
Ø Sebelum
Tertawa Dilarang (1997)
Ø Fragmen-fragmen
Kekalahan (1997)
Ø Sembahyang
Rumputan (1997)
Y.B
Mangunwijaya
Ø Burung-burung
Manyar (1981)
Darman
Moenir
Ø Bako
(1983)
Ø Dendang
(1988)
Ø Budi
Darma
Ø Olenka
(1983)
Ø Rafilus
(1988)
Sindhunata
Ø Anak
Bajang Menggiring Angin (1984)
Arswendo
Atmowiloto
Ø Canting
(1986)
Hilman
Hariwijaya
Ø Lupus
- 28 novel (1986-2007)
Ø Lupus
Kecil - 13 novel (1989-2003)
Ø Olga
Sepatu Roda (1992)
Ø Lupus
ABG - 11 novel (1995-2005)
Dorothea
Rosa Herliany
Ø Nyanyian
Gaduh (1987)
Ø Matahari
yang Mengalir (1990)
Ø Kepompong
Sunyi (1993)
Ø Nikah
Ilalang (1995)
Ø Mimpi
Gugur Daun Zaitun (1999)
Gustaf
Rizal
Ø Segi
Empat Patah Sisi (1990)
Ø Segi
Tiga Lepas Kaki (1991)
Ø Ben
(1992)
Ø Kemilau
Cahaya dan Perempuan Buta (1999)
Remy
Sylado
Ø Ca
Bau Kan (1999)
Ø Kerudung
Merah Kirmizi (2002)
Afrizal
Malna
Ø Tonggak
Puisi Indonesia Modern 4 (1987)
Ø Yang
Berdiam Dalam Mikropon (1990)
Ø Cerpen-cerpen
Nusantara Mutakhir (1991)
Ø Dinamika
Budaya dan Politik (1991)
Ø Arsitektur
Hujan (1995)
Ø Pistol
Perdamaian (1996)
Ø Kalung
dari Teman (1998)
Lintang
Sugianto
Ø Matahari
Di atas Gilli (1997)
Ø Kusampaikan
kumpulan puisi (2002)
Ø Menyapa
Pagi Anak Aceh (2004)
Angkatan Reformasi
Seiring
terjadinya pergeseran kekuasaan politik dari tangan Soeharto ke BJ Habibie lalu
KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Sukarnoputri, muncul wacana tentang
"Sastrawan Angkatan Reformasi". Munculnya angkatan ini ditandai
dengan maraknya karya-karya sastra, puisi, cerpen, maupun novel, yang bertema
sosial-politik, khususnya seputar reformasi. Di rubrik sastra harian Republika
misalnya, selama berbulan-bulan dibuka rubrik sajak-sajak peduli bangsa atau
sajak-sajak reformasi. Berbagai pentas pembacaan sajak dan penerbitan buku
antologi puisi juga didominasi sajak-sajak bertema sosial-politik.
Sastrawan
Angkatan Reformasi merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi pada
akhir tahun 1990-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses reformasi
politik yang dimulai pada tahun 1998 banyak melatarbelakangi kelahiran
karya-karya sastra—puisi, cerpen, dan novel—pada saat itu. Bahkan, penyair-penyair
yang semula jauh dari tema-tema sosial politik, seperti Sutardji Calzoum
Bachri, Ahmadun Yosi Herfanda, Acep Zamzam Noer, dan Hartono Benny Hidayat
dengan media online: duniasastra(dot)com -nya, juga ikut meramaikan suasana
dengan sajak-sajak sosial-politik mereka.
Penulis
dan Karya Sastra Angkatan Reformasi :
Widji
Thukul
Puisi
Pelo
Darman
Angkatan 2000-an
Setelah
wacana tentang lahirnya sastrawan Angkatan Reformasi muncul, namun tidak
berhasil dikukuhkan karena tidak memiliki juru bicara, Korrie Layun Rampan pada
tahun 2002 melempar wacana tentang lahirnya "Sastrawan Angkatan
2000", ditandai dengan terbitnya buku Leksikon Susastra Indonesia terbitan
Balai Pustaka tahun 2000. Seratus lebih penyair, cerpenis, novelis, eseis, dan
kritikus sastra dimasukkan Korrie ke dalam Angkatan 2000, termasuk mereka yang
sudah mulai menulis sejak 1980-an, seperti Afrizal Malna, Ahmadun Yosi Herfanda
dan Seno Gumira Ajidarma, serta yang muncul pada akhir 1990-an, seperti Ayu
Utami, Cucuk Espe dan Dorothea Rosa Herliany.
Penulis
dan Karya Sastra Angkatan 2000
Ahmad
Fuadi
Ø Negeri
5 Menara (2009)
Ø Ranah
3 Warna (2011)
Ø Rantau
1 Muara (2013)
Andrea
Hirata
Ø Laskar
Pelangi (2005)
Ø Sang
Pemimpi (2006)
Ø Edensor
(2007)
Ø Maryamah
Karpov (2008)
Ø Padang
Bulan dan Cinta Dalam Gelas (2010)
Ayu
Utami
Ø Saman
(1998)
Ø Larung
(2001)
Cucuk
Espe
Ø Para
Pejabat (1995)
Ø Monolog
Sang Penari (1997)
Ø Bukan
Mimpi Buruk (1998)
Ø Mengejar
Kereta Mimpi (2001)
Ø Rembulan
Retak (2003)
Ø Juliet
dan Juliet (2004)
Ø 13
Pagi (2010)
Ø Trilogi
monolog JENDERAL MARKUS (2010)
Ø INONG
dongeng rumah jalang (2011)
Ø Wisma
Presiden (2012)
Ø Ganasrev
(2013)
Ø Puisinolog;
MANIVESTO ORGIL, (2014)
Ø Revolusi
Senyap (2014)
Ø 3
Repertoar Cucuk Espe (2015)
Dewi
Lestari
Ø Supernova
1: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh (2001)
Ø Supernova
2: Akar (2002)
Ø Supernova
3: Petir (2004)
Ø Supernova
4: Partikel (2012)
Habiburrahman
El Shirazy
Ø Ayat-Ayat
Cinta (2004)
Ø Di
atas Sajadah Cinta (2004)
Ø Ketika
Cinta Berbuah Surga (2005)
Ø Pudarnya
Pesona Cleopatra (2005)
Ø Ketika
Cinta Bertasbih 1 (2007)
Ø Ketika
Cinta Bertasbih 2 (2007)
Ø Dalam
Mihrab Cinta (2007)
Herlinatiens
Ø Garis
Tepi Seorang Lesbian (2003)
Ø Dejavu,
Sayap yang Pecah (2004)
Ø Jilbab
Britney Spears (2004)
Ø Sajak
Cinta Yang Pertama (2005)
Ø Malam
Untuk Soe Hok Gie (2005)
Ø Rebonding
(2005)
Ø Broken
Heart, Psikopop Teen Guide (2005)
Ø Koella,
Bersamamu dan Terluka (2006)
Ø Sebuah
Cinta yang Menangis (2006)
Raudal
Tanjung Banua
Ø Pulau
Cinta di Peta Buta (2003)
Ø Ziarah
bagi yang Hidup (2004)
Ø Parang
Tak Berulu (2005)
Ø Gugusan
Mata Ibu (2005)
Seno
Gumira Ajidarma
Ø Atas
Nama Malam
Ø Sepotong
Senja untuk Pacarku
Ø Biola
Tak Berdawai
Sastra kontekstual
Sastra
Kontekstual merupakan gerakan kesusastraan yang yang berawal dari pemahaman
bahwa nilai-nilai sastra tidak mengenal universalitas, melainkan tumbuh dan
berkembang sesuai waktu, tempat, dan peradabannya. Konsep ini digagas dalam
acara Sarasehan Kesenian Sastra Kontekstual, di Surakarta, 28 sampai 29 Oktober
1984 oleh sastrawan Ariel Heryanto dan Arief Budiman. Keduanya merupakan
akademikus dari Universitas Kristen Satyawacana, Salatiga, Jawa Tengah.
Perhelatan ini berhasil menghimpun karya-karya sejumlah sastrawan dalam sebuah
buku bertajuk Perdebatan Sastra Kontekstual yang disunting oleh Ariel Heryanto.
Revitalisasi sastra
pedalaman
Revitalisasi
sastra pedalaman atau lebih dikenal dengan singkatan RSP adalah gerakan
kesusastraan Indonesia yang dilakukan pada dasawarsa 1990-an, dipelopori oleh
beberapa sastrawan antara lain Triyanto Triwikromo, Sosiawan Leak, Kusprihyanto
Namma, Beno Siang Pamungkas, Wijang Wharek Al-Mauti, dan Bagus Putu Parta. Revitalisasi
sastra pedalaman mencakup tiga hal, yaitu menghindari pemusatan sosialisasi
nilai-nilai sastra hanya pada Jakarta, surat kabar bukan menjadi satu-satunya
alternatif dalam melakukan sosialisasi sastra, dan membentuk jaringan serta
komunikasi/kantung-kantung budaya di mana saja, dan dengan siapa saja. Salah
satu aktivitas RSP adalah menerbitkan Jurnal Revitali Sastra Pedalaman yang
terbit sampai edisi ke-3, pada tahun 1995.
Angkatan Kosong-kosong
Angkatan
Kosong-kosong adalah nama gerakan kesusasteraan Indonesia yang dimulai di Kota
Tegal pada tahun 2010, dengan mengambil tema Membongkar Politisasi
Kesusasteraan Indonesia. Tiga hal penting yang diangkat dalam gerakan tersebut
antara lain tidak adanya angkatan dalam kesenian indonesia, tidak perlu adanya
pembedaan antara pusat dan daerah, dan menolak anggapan bahwa masyarakat tidak
tahu seni. Istilah "Angkatan Kosong-kosong" kali pertama dicetuskan
oleh W.S. Rendra yang memberikan gelar kepenyairan kepada penyair Tegal,
Widjati.
Cybersastra
Era
internet memasuki komunitas sastra di Indonesia. Banyak karya sastra Indonesia
yang tidak dipublikasi berupa buku namun termaktub di dunia maya (Internet),
baik yang dikelola resmi oleh pemerintah, organisasi nirlaba, maupun situs
pribadi. Medy Loekito telah mengawali era ini pada awal dasawarsa 2000-an,
dengan mengelola laman sastra www.cybersastra.net yang sekarang sudah tidak
beroperasi lagi.
Temu sastra
Sejak
dasawarsa 1980-an, para sastrawan Indonesia sudah mulai menyelenggarakan temu sastra
dalam bentuk gerakan kesusastraan, kemah sastra, kajian sastra, dan peluncuran
buku-buku sastra. Sastra kontekstual merupakan perintis gerakan kesusatraan
yang diselenggarakan di Surakarta, Jawa Tengah, pada tahun 1984, dipelopori
oleh Ariel Heryanto, Arief Budiman, Murtidjono, dan Halim HD, yang menyorot
perkembangan sastra modern Indonesia yang memiliki kecenderungan yang
kebarat-baratan. Gerakan ini menolak nilai universal dalam ranah sastra dan
membebaskan nilai itu tumbuh dan berubah sepanjang sejarah yang berbeda dari
suatu tempat dan waktu, dari kelompok ke kelompok lainnya.
Selanjutnya,
pada dasawarsa 1990-an, muncul pula Revitalisasi sastra pedalaman yang lebih
mengutamakan pemasyarakatan karya secara langsung kepada publik dengan cara
pembacaan karya dan penyelenggaraan berbagai macam pertunjukan seni. Gerakan
ini dirintis oleh Triyanto Triwikromo, Sosiawan Leak, Wijang Wharek,
Kusprihyanto Namma, dan Beno Siang Pamungkas.
Senapas
dengan dua gerakan sebelumnya, gerakan kesusastraan Indonesia Angkatan
Kosong-kosong menolak dikotomi pusat-daerah dalam sastra, dan menganggap setiap
sastrawan adalah angkatan yang memiliki otonomi khusus dalam melahirkan
karya-karya. Gerakan ini dimotori oleh Eko Tunas, Nurngudiono, Enthieh Mudakir,
Joshua Igho, pada tahun 2010.
Temu sastra lainnya seperti Komunitas Sastra
Indonesia, Temu Sastrawan Indonesia, Pertemuan Penyair Nusantara, Tiffa
Nusantara, lebih banyak diwarnai dengan perayaan kemerdekaan berkarya yang
dituangkan melalui pertunjukan seni sastra dan peluncuran buku-buku sastra.
Berbeda dengan Komunitas Negeri Poci yang telah dimulai pada tahun 1993.
Komunitas ini bergerak dari tahun ke tahun dengan cara merekam jejak
kepenyairan para penyair Indonesia dari lintas genre, lintas jender, dan lintas
usia dengan menghimpun karya ribuan para penyair yang diterbitkan berseri
dengan judul Dari Negeri Poci. Komunitas ini dipelopori oleh Piek Ardijanto
Soeprijadi, Adri Darmadji Woko, Kurniawan Junaedhie, Handrawan Nadesul, Prijono
Tjiptoherijanto, Widjati, Rahadi Zakaria, Eka Budianta, dan lain-lain.
Sejak
tahun 2016, Badan Bahasa Kemdikbud juga menyelenggarakan pertemuan sastrawan
dengan tajuk Musyawarah Nasional Sastrawan Indonesia yang diikuti para
sastrawan, pegiat sastra, dan pengamat sastra melalui mekanisme pengumpulan
karya sastra dan undangan khusus dengan acara diskusi, berbagi informasi, dan
silaturahim antarsastrawan.
Penghargaan di bidang
kesusastraan
Dalam
rangka memberikan apresiasi sebagai tanda penyemangat bagi para sastrawan
Indonesia atas prestasi mereka, beberapa lembaga nirlaba telah menyelenggarakan
perhelatan tahunan berupa penganugerahan penghargaan di bidang kesusastraan,
antara lain:
ü Hadiah
Sastra Rancage
ü Anugerah
Sastra Penakencana
ü Anugerah
Sastra Hari Puisi
ü Kusala
Sastra Khatulistiwa
ü KSI
Awards
ü Cerpen
Pilihan Kompas
Referensi
^
Ricklefs, M.C. (1991). A History of Modern Indonesia 1200-2004. London:
MacMillan. hlm. 117.
^
Mahayana, Maman S, Oyon Sofyan (1991). Ringkasan dan Ulasan Novel Indonesia
Modern. Jakarta: Grasindo. hlm. 370.
^
Yudiono (2007). Pengantar Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: Grasindo. hlm.
167.
^
The Jakarta Post: Ariel Heryanto, Valuing popular culture, diakses 6 Maret 2015
^
Salihara: SUARA-SUARA DARI TEPIAN NEGERI, diakses 24 Februari 2017
^
Google Books: Leksikon Kesusastraan Indonesia, diakses 24 Februari 2017
^
Komunitas Sastra: TENTANG “SASTRA PEDALAMAN” ITU, diakses 24 Februari 2017
^
Pantura News: Sejumlah Penyair Hadiri Diskusi Angkatan Kosong-kosong, diakses,
21 Maret 2017
^
Kompas: Sekjen MPR Apresiasi Sastrawan Negeri Poci, diakses 28 Maret 2017
^
Badan Bahasa Kemdikbud: Musyawarah Nasional Sastrawan Indonesia diakses 15 Juli
2017
^
Badan Bahasa Kemdikbud: Munsi II diakses 17 Juli 2017
Komentar
Posting Komentar