Realita Media Sosial
Dalam
kehidupan manusia masa kini media sosial
sudah menjadi media online/daring
(dalam jaringan) yang digunakan satu sama lain dimana para penggunanya bisa
dengan mudah dan cepat berpartisipasi, berinteraksi, berbagi, dan menciptakan
sesuatu melalui internet tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Keberadaan
media sosial mampu memutus jarak panjang yang terbentang, jarak antar Negara,
benua, samudra dapat didekatkan dan dirapatkan. Siapa yang tak kenal media
sosial semua orang menggunakannya dari anak-anak, remaja hingga lansia.
Orang-orang menggunakan media sosial dengan berbagai macam tujuan, diantaranya
ada yang ingin mencari teman, ada yang untuk berjualan, dan ada juga yang untuk
menemukan belahan jiwanya. Tersedianya berbagai macam manfaat, media sosial
juga dibuntuti oleh dampak buruk bagi fisik dan psikis penggunannya. Memang
benar dengan munculnya media sosial dapat mendekatkan yang jauh, tapi
kehadirannya juga dapat menjauhkan yang dekat hal ini berpulang kembali kepada
seberapa bijak penggunanya. Media
sosial yang banyak digunakan saat ini, seperti Facebook, Twitter, dan Instagram
merupakan bentuk media sosial yang popular di Indonesia.
Kecanggihan media sosial yang kita rasakan saat ini
tidak serta merta lahir begitu saja, semua melalui proses panjang ketika hadir
sistem papan buletin, 1978 adalah awal ditemukannya teknologi
yang dapat berhubungan atau berkomunikasi dengan orang lain menggunakan surat elektronik, atau mengunggah
dan mengunduh perangkat lunak, yang semua itu
dilakukan menggunakan saluran telepon yang terhubung ke
modem. GeoCities, 1995 situs ini merupakan Web Hosting, yaitu layanan penyewaan untuk penyimpanan
data situs web agar bisa diakses dari mana saja dan temuan ini
menjadi tonggak berdirinya situs-situs web lain. Sixdegree.com, 1997 adalah situs media sosial pertama walaupun
sebenarnya pada tahun 1995 telah
ditemukan situs Classmates.com yang juga
merupakan media sosial. Namun, Sixdegree.com dianggap
lebih "menawarkan" sebuah situs media sosial dibanding Classmates.com. Blogger, 1999 dapat dikatakan blogger ini
menjadi tonggak berkembangnya sebuah media sosial. Friendster, 2002 situs media sosial yang pada saat itu
menjadi booming, dan keberadaan media sosial menjadi fenomenal. LinkedIn, 2003 merupakan situs media sosial yang
dikhususkan untuk para professional, sehingga fungsi media sosial makin
berkembang. MySpace, pada tahun 2003.
Facebook, 2004 situs media sosial yang terkenal hingga
kini, merupakan salah satu situs media sosial yang memiliki pengguna di
Indonesia tahun 2020 mencapai 130 juta jiwa (Sumber: https://andi.link/hootsuite-we-are-social-indonesian-digital-report-2020/). Twitter, 2006 pengguna Twitter hanya bisa
mengupdate status atau yang bernama Tweet ini dan dibatasi 140 karakter. Instagram, 2010 situs media
sosial yang penggunanya dimungkinkan untuk membagikan foto, video, informasi,
dan berbagai tulisan/artikel dengan mudah pengguna Instagram di Indonesia tahun
2020 mencapai 63 juta jiwa (Sumber:
https://andi.link/hootsuite-we-are-social-indonesian-digital-report-2020/). LINE, 2011 situs media sosial yang
penggunanya dapat berbagi foto, video, dan percakapan dengan pengguna lain. Google+, 2011 yang diluncurkan oleh Google pada awal
peluncuran Google+ hanya sebatas pada orang yang telah diundang oleh Google.
Setelah itu Google+ diluncurkan secara umum.
Pesatnya
perkembangan media sosial masa kini disebabkan oleh semua orang yang merasa
seperti bisa "memiliki" media sendiri. Jika untuk memiliki media
tradisional seperti televisi, radio, atau koran dibutuhkan modal yang sangat besar dan
tenaga kerja yang banyak, maka lain halnya dengan media sosial digital. Seorang
pengguna bisa mengakses media sosial dengan fasilitas jaringan internet yang
lambat sekalipun, tanpa biaya besar, tanpa alat mahal, dan dilakukan sendiri
tanpa memerlukan karyawan. Pengguna media sosial dengan bebas bisa menyunting,
menambahkan, dan memodifikasi (baik tulisan, gambar, video, grafis, dan
berbagai model konten lainnya).
Keberadaan media sosial saat ini telah
menjadi kebutuhan sekundar bahkan ada yang menjadikannya kebutuhan primer diantara
kebutuhan sandang, pangan dan papan di dalam kehidupan sehari-hari, kehadiran
internet khususnya yang memfasilitasi media sosial yang digunakan sebagai
sarana komunikasi terbaru tidak hanya memiliki dampak positif. Terdapat dampak
negatif juga yang perlu dihindari dan diwaspadai bagi netizen atau
warganet. Masyarakat memiliki ketergantungan terhadap media sosial cukup
tinggi dimana pada awalnya kodrat manusia sebagai makhluk sosial telah sirna, keberadaan
media sosial saat ini sudah mengubah nilai-nilai budaya masyarakat secara
besar-besaran. Dilingkungan masyarakat, hampir semua kalangan sudah menggunakan
yang namanya media sosial. Perkembangan teknologi media sosial ini sudah
menjamur dan mengakar di kehidupan sehari-hari serta telah mengubah gaya hidup
bahkan pola pikir. Kita bisa melihatnya sendiri atau bahkan turut merasakan
dampak buruk dari media sosial yang merusak momentum kebersamaan dengan
orang-orang tercinta, baik itu orang tua, teman, atau pasangan. Liburan dan
waktu ketika berkumpul bersama orang-orang tercinta adalah kesempatan sangat
baik untuk bercengkerama dan berbagi cerita, suasana itu menjadi rusak karena seseorang
lebih memilih asyik berinteraksi dengan media sosialnya dan mengabaikan
interaksi nyata disekitarnya.
Sekilas memang terlihat sempurna, namun di balik itu
media sosial dengan pengguna terbanyak, seperti Facebook dan Instagram juga
bisa memiliki dampak negatif bagi kesehatan mental kita. Dengan demikian, siapa
yang harus bertanggung jawab?
Tidak dapat dipungkiri bahwa media sosial mempunyai
pengaruh yang besar dalam kehidupan seseorang. Seseorang yang awalnya tak
dikenal “kecil” bisa menjadi viral “besar” dengan media sosial, atau
sebaliknya. Ketika kita mengunjungi teman di rumah mereka mungkin kita akan
melihatnya minum kopi sachet yang murah atau mengenakan baju yang biasa saja “murah”
tetapi ketika melihat ke akun media sosialnya terlihat gaya hidup yang mewah,
mungkin teman mengunggah tentang kopi yang diminumnya di restoran mahal,
perjalanan seru yang dilakukannya, atau pakaian terbaru yang dikenakannya, komunikasi
apa pun yang dilakukan secara tak langsung akan menciptakan bias visibilitas
yang lebih kuat. Ketika sedang berkunjung ke sebuah kafe atau restaurant tak
sedikit dari pengunjung hanya memanfaatkan fasilitas, dekorasi yang tersedia,
baik itu interior atau eksterior untuk kepentingan konten media sosialnya dan
tidak menikmati kopi yang dipesan atau lebih mirisnya lagi tak acuh kepada
orang yang ikut bersamanya. Beberapa orang beranggapan bahwa rasa kopi hitam
atau kopi kapucino yang dibeli di warkop masih lebih nikmat namun memang tidak
ada yang yang dapat “dipamerkan” di media sosialnya. Orang-orang di media
sosial cenderung berusaha untuk mengikuti gaya hidup selebriti, selebgram,
tokoh publik dan trend yang sedang berlangsung dalam lingkaran media sosial
mereka karena memandang situasi sosio-ekonomi mereka menyerupai seperti orang
lain yang dilihat.
Seperti efek domino yang memicu orang lain untuk
melakukan sesuatu. Tidak selalu karena Anda merasa tersaingi, lebih seperti
mereka belajar sesuatu dari aktivitas Anda, bentuk konsumsi Anda Setiap orang memiliki
suatu prinsip, dan mungkin prinsipnya relevan bagi mereka. Mereka semacam
mengadaptasi strategi yang sama, perilaku serupa. Setiap kali Anda mengunggah
barang belanjaan Anda atau mengunggah suatu pengalaman di media sosial,
unggahan Anda berpotensi memengaruhi mereka yang menjadi pengikut Anda.
Pada Februari 2020 pengguna aktif WhatsApp di Indonesia tembus 2 miliar
dan memunculkan budaya baru dalam masyarakat digital, yaitu Gossip Virtual
melalui aplikasi obrollan WhatsApp
yang paling popular di Indonesia, WhatsApp
memungkinkan penggunanya saling berbagi pesan, gambar, dan video. Budaya gosip
berfungsi sebagai kontrol sosial dan memungkinkan terjadinya distorsi informasi
positif. Jika informasi yang diterima dilebihkan dan mengurangi peristiwa yang
belum terbukti kebenarannya, kemungkinan sebuah berita berubah menjadi unsur negatif/fitnah
bahkan bisa menjadi hoaks yang belakangan sangat sering dikoarkan oleh
pemerintah. Oleh sebab itu, WhatsApp
menjadi ruang baru dalam budaya gosip melalui interaksi dalam komunikasi digital.
Tiap individu berkomunikasi dipengaruhi oleh budaya masing-masing, individu memiliki
tanggungjawab atas seluruh perilaku komunikatif serta makna yang dimiliki dan
dihasilkan oleh tiap individu. Konsekuensinya, jika dua orang yang berbeda
budaya berkomunikasi maka akan berbeda pula pemaknaan yang dimilikinya, dan itu
sangat jelas dapat menimbulkan miskomunikasi.
Gara-gara teman di media sosial seringkali kita
menciptakan suatu gelembung, sehingga hadir berwujud realita, di mana
teman-teman yang kita pilih selalu membenarkan hal-hal yang kita yakini dan
semakin lama tercipta suatu gelembung hampa yang besar. Namun, ada baiknya kita
melihat jauh di balik "realita" media sosial yang ada. Meski saat ini
mungkin telah sadar betul bahwa unggahan-unggahan yang bertebaran di media sosial
sebagian besar adalah hasil manipulasi, tetap saja akan ada perasaan tidak aman
dari dalam diri. Anda mungkin akan tidak nyaman ketika merasa tidak cukup
cantik/tampan, tidak cukup bergaya, atau tidak seru dalam kehidupan sehari-hari
berdasarkan apa-apa yang ditampilkan orang lain di media sosialnya. Gagasan
bahwa Anda melewatkan hal-hal tertentu, terutama yang sedang viral atau
populer, dapat memengaruhi harga diri, memicu gangguan psikologi, dan memicu
penggunaan media sosial yang lebih sering. Kecenderungan untuk memeriksa gadget
setiap beberapa menit sekali untuk memeriksa pembaruan notifikasi, atau secara
kompulsif menanggapi setiap hal yang lewat di timeline media sosial Anda.
Bahkan jika hal itu berarti memiliki risiko berbahaya seperti bermain twitter
saat mengemudi, melewatkan tidur di malam hari untuk terus online, atau
memprioritaskan interaksi media sosial atas hubungan dunia nyata.
Hasil penelitian Yahoo dan Taylor Nelson
Sofres (TNS) Indonesia menunjukkan bahwa, pengakses internet terbesar di
Indonesia adalah mereka yang berusia antara 15-19 tahun. Hasil survei ini
menyebutkan bahwa sebanyak 64 persen adalah anak muda, dari 2.000 responden
yang mengikuti survei. Sementara pada peringkat kedua ditempati oleh pengguna
berusia 20- 24 tahun dengan prosentase 42 persen dan urutan terakhir ditempati
usia 45-50 tahun. Sumber : kompas.com (penelitian oleh yahoo dan TNS). Dari
penelitian tersebut dapat dilihat bahwa pengguna internet di Indonesia
didominasi oleh remaja. Dilansir dari detikinet, terdapat beberapa hal
yang harus dihindari untuk diunggah di media sosial ditujukkan bagi pengguna
media sosial salah satunya remaja, diantaranya pada Facebook, terdapat
biografi. Ingatkan bahwa agar ia tidak memajang semua informasi pribadi,
seperti tanggal lahir secara lengkap, karena dapat mengundang pencurian
identitas. Ingatkan pula agar remaja tidak memposting data pribadi lain seperti
alamat rumah dan nomor telepon.
Pentingnya
Menjaga Privasi; Melindungi
Kewibawaan, melindungi kemisteriusan, memperoleh kenyamanan dan keamanan, tidak
tampak bukanlah bermakna tak ada, dan sesekali posting agar akun media sosial
Anda tidak dihapus oleh system dan teman-teman Anda tau bahwa Anda masih hidup.
Ada beberapa hal yang aneh dalam media sosial,
diantaranya seseorang yang gemar mengunggah keluhan, ujaran kebencian, dan masalah
dalam keluarga yang seharusnya semua hal itu tidak perlu diumbar ke publik.
Contoh: Memposting hal-hal seperti, "Ayahku dipecat dari pekerjaannya,
bagaimana nasibku nanti?" atau "istriku pemalas, hanya bermain gawai
seharian", “Kerjaan semakin banyak tetapi gaji tetap sama seperti 5 tahun
lalu” dan sebagainya. Masalah pribadi, setiap orang mengalami masalah dalam
kehidupannya tapi tidak tepat jika masalah itu diumbar ke media sosial, karena
seluruh dunia bisa membacanya. Alih-alih mendapatkan perhatian atau bantuan
orang lain justru akan menimbulkan masalah baru.Tidak semua orang menyukai kita
dan tidak semua orang mencintai kita. Masalah adalah apapun yang Anda anggap
masalah, jika tidak maka bukan masalah.
Foto disertai tagar, setiap orang suka bernarsis ria
dengan berfoto selfie/wefie dan kebanyakan dari mereka tidak menyadari
bahwa pada foto-foto itu terdapat data tentang lokasi foto diambil sehingga
semua orang dapat melihatnya dengan mengetik tagar yang terdapat dalam foto.
Karena itu pastikan anak Anda menonaktifkan opsi GPS tag dalam pengaturan
kamera sebelum memposting foto pribadi ke publik. Mengumumkan hal-hal seperti,
"Orangtuaku akan pergi akhir pekan ini" atau "Aku selalu
sendirian di rumah tiap pulang sekolah", tidaklah aman. Jangan posting
info seperti ini. Jangan pula memposting rencana pribadi tentang kemana Anda
akan pergi dan bersama siapa karena bisa mengundang kejahatan. Foto dan video
yang tidak pantas, tidak ada salahnya memposting foto dan video di media
sosial. Tapi masih ada saja seseorang yang sering memposting foto dan video
yang tidak layak dikonsumsi khalayak, misalnya yang mengandung unsur
seksualitas dan kekerasan. Foto dan vidio ini kadang diposting hanya untuk
menarik perhatian dan jumlah like,
namun sayangnya mereka tidak sadar kalau hal ini bisa merusak harga diri mereka
kelak. Komentar kasar, berinteraksi di dunia paling fana, ada etika yang harus dijaga.
Ingatlah bahwa media sosial bukanlah
tempat untuk menyebar kebencian, memfitnah, membully orang lain. Gunakan kata-kata yang baik saat mengomentari
postingan orang lain atau cukup membaca saja, jangan pernah mengomentari
sesuatu yang dapat menyakiti orang lain. Hal-hal tersebut perlu dihindari untuk
diunggah di media sosial. Melakukan semua hal-hal buruk tersebut di media
sosial tidaklah tepat karena tidak akan mendapatkan pujian yang tulus, dan menyelesaikan
masalah sedikit pun justru yang terjadi akan menambah banyak masalah.
Studi yang dipublikasikan dalam International
Journal of Mental Health and Addiction telah menganalisis pengaruh
media sosial terhadap kesehatan mental orang dewasa di Indonesia. Hasilnya
adalah penggunaan media sosial bisa menyebabkan depresi hingga 9 persen. Selain
kesehatan mental, penggunaan media sosial secara berlebihan bisa memengaruhi
kesehatan fisik. Di antaranya adalah membuat seseorang sulit tidur hingga
insomnia. Hal ini disebabkan karena cahaya gadget menghambat produksi
melatonin, yaitu hormon tubuh yang berfungsi sebagai penanda waktu tidur dan
menimbulkan rasa kantuk.
Kalangan remaja yang menjadi hiperaktif
di media sosial ini juga sering memposting kegiatan sehari-hari mereka yang
seakan menggambarkan gaya hidup mereka yang mencoba mengikuti perkembangan Zaman,
sehingga mereka dianggap lebih populer di lingkungannya. Namun apa yang mereka
posting di media sosial tidak selalu menggambarkan keadaan social life mereka yang sebenarnya. Ketika para remaja tersebut memposting
sisi hidup nya yang penuh kesenangan, tidak jarang kenyataan dalam hidupnya
mereka merasa kesepian. Manusia sebagai aktor yang kreatif mampu menciptakan
berbagai hal, salah satunya adalah ruang interaksi dunia maya. Menurut Socrates
dalam (PLATO: Matinya Socrates:2015) “Sungguh aneh sesuatu yang disebut
kebahagiaan, dan sungguh aneh dikaitkan dengan rasa sakit yang mungkin dianggap
sebagai lawan darinya; karena dua hal itu tidak pernah menimpa seseorang secara
bersamaan, namun seseorang yang memburu salah satunya, umumnya dipaksa untuk
menerima yang lainnya. Mereka dua, namun tumbuh bersama dari satu kepala atau
batang.”
Cermatlah dalam memberikan penilaian terhadap
sesuatu yang nampak di media sosial, jangan langsung diterima mentah-mentah
tanpa pertimbangan yang logis/masuk akal sehat. Hargailah setiap orang yang mengunggah
apapun di media sosialnya dan jangan pernah berpikir untuk menyamai, iri, atau
menyainginya karena barangsiapa yang ingin menjadi seperti orang lain maka
sebenarnya ia telah mengkhianati dirinya yang khas. Berkomentar yang baik atau
diam.
Komentar
Posting Komentar