Dialektika Sastra
Di zaman
yang dibilang modern seperti sekarang ini mendapatkan informasi tentang
perkembangan sastra nasional sangat terbatas tidak semudah mendapatkan
informasi seputar makanan, minuman, fashion, otomotif, dan politik yang
sehari-hari selalu dibagikan perkembangannya di media masa dan media
elektronik. Untuk mendapatkan perkembangan seputar sastra dengan mudah pada umumnya dapat
mengunjungi website dari beberapa perguruan tinggi, komunitas bahasa dan
sastra, dan laman resmi milik Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Dialektika sering dipakai masyarakat sebagai
sarana untuk mencari suatu kebenaran meskipun tidak ada kebenaran yang mutlak. Sastra
yang berkembang di Indonesia mempunyai hubungan yang erat dengan masyarakat.
Pernyataan tersebut dapat didukung dengan munculnya hasil sastra yang banyak
menyajikan tentang kehidupan dan kenyataan sosial-budaya masyarakat. Sastra
merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah
manusia dengan segala hiruk pikuk kehidupannya dengan memanfaatkan bahasa
sebagai media/sarana pemilik makna dari yang tersirat, tersurat dan bernilai
estetik.
Obrolan
yang biasa terjadi di masyarakat masih seputar kebutuhan pokok yang sulit
terpenuhi, jodoh yang belum juga tiba, mendapat pekerjaan yang sulit, pacar
posesif, ibadah yang terlewat. Mungkin memang benar adanya bahwa karya sastra
bukanlah suatu kebutuhan pokok yang menempati urutan pertama dalam kebutuhan
manusia yang secara langsung mempengaruhi keberlangsungan hidup manusia. Ketika
seseorang sudah merasa terpenuhi kebutuhan pokok cenderung akan naik ke dalam
ruang kebutuhan selanjutnya, yaitu kebutuhan sekunder. Kebutuhan-kebutuhan
dasar tersebut mungkin sedikit yang benar-benar mencapainya dengan baik, disaat
sseorang sudah menguasai kebutuhan pokok dan kebutuhan sekundernya sehingga
terbuka peluang untuk masuk ke dalam ruang kebutuhan berikutnya, yaitu
kebutuhan tersier, dalam kebutuhan tersier seseorang lebih memilih sesuatu yang
tak langsung berpengaruh terhadap kelangsungan hidupnya sehingga kesempatan
bagi karya-karya kreatif, seperti seni lukis, seni patung, karya sastra dapat
diminati.
Adanya anggapan
bahwa orang Indonesia pasti mengerti dan menguasai bahasa Indonesia dengan baik
dan benar sehingga, mereka ini pasti mampu pula memahami karya-karya sastra
yang menggunakan bahasa sebagai medianya. Dalam pergaulan sehari-hari
dialektika sastra dapat memperlancar proses pencarian seputar kebenaran atas
sastra itu sendiri. Pertanyaan-pertanyaan umum mengenai sastra, seperti: apa
yang menjadikan sastra itu indah? Kenapa sastra digunakan? Kenapa sastra ada? Kapan
sastra dipakai? dan aneka ragam pertanyaan lainnya seputar sastra dapat dijawab
dengan objektif dan komprehensif melalui diskusi sastra. Adakalanya seorang
yang perasaannya sedang disemai pupuk asmara akan cepat menciptakan senjata
untuk menyerang targetnya, senjata itu dapat berupa puisi. Ketika seorang
menuai kegagalan atas perasaan yang telah lama disemainya ,maka bersyukurlah
setidaknya ia bisa membuat puisi lagi. Seseorang tidak akan pernah benar-benar
memahami suatu karya sastra karena pengarang memang sengaja membuatnya
multitafsir agar pembaca dapat menari-nari dengan imajinasinya meskipun makna
yang dimaksud pengarang tidak sama dengan pembaca tidak akan jadi masalah.
Karya sastra pada hakikatnya memang tiruan fenomena alam yang diserap oleh
panca indera diolah imajinasi liar penulisnya kemudian ditumpahkan dalam karya
nyata, walaupun terkadang kisah yang disajikan mungkin saja berasal dari pengalaman
orang lain. Secara sempit karya sastra hanya didefinisikan sebagai cerita
rekaan imajinatif belaka dengan demikian, tidak ada hubungannya sama sekali
dengan kehidupan nyata di dunia ini. Apabila sastra didefinisikan seperti itu, lantas
kenapa kepala Salman Rushdi dihargai mahal oleh Imam Khomeini gara-gara ia
menulis Ayat-Ayat Setan, kenapa Dobuica Cosic, mantan presiden Yugoslavia
periode 1992-1995 paska kepemimpinan Joseph Bros Tito, dituduh sebagai salah
satu dalang genosida umat Muslim Bosnia gara-gara ia menulis novel yang
dianggap menggugah rasa romantisme masa lalu bangsa Serbia sebelum datangnya
umat Muslim yang kemudian menduduki sebagian wilayah Yugoslavia, kenapa cerpen
karya Kipanjikusmin yang berjudul Langit Makin Mendung direktur penerbitnya
dikenakan sanksi untuk tidak menerbitkan apapun selama setahun, kenapa Boris
Pasternak harus diasingkan ke Gulak hanya karena ia seorang sastrawan, kenapa pula
karya-karya besar dari Pramoedya Ananta Toer diberangus.
Keakraban
masyarakat dengan sastra sebaiknya juga terpelihara diluar gedung-gedung pendidikan
sebagaimana kita tahu bahwa anak sekolah dasar sampai menengah sebagian besar
hanya mengenal Chairil Anwar dan Mochtar Lubis karena karya-karyanya sering
tampil dalam teks pelajaran. Ketika memasuki pendidikan lanjutan, kenapa tokoh
sastrawan yang muncul tetap sama seperti dijenjang pendidikan sebelumnya yang
memberi kesan bahwa sangat sedikit sastrawan atau karya sastra yang dimiliki
oleh Bangsa Indonesia. Padahal karya sastra di Indonesia sangat banyak yang
tersebar diseluruh daerah, dari sosok sastrawan yang terkenal hingga belum
terkenal masih produktif. Sastrawan merupakan orang yang menciptakan karya
sastra berdasarkan dorongan hati, hal lain lagi jika karya sastra yang dibuat
atas dasar permintaan seseorang, orang yang membutnya disebut buruh sastra. Dalam kehidupan, sebuah kebenaran merupakan ukuran yang
sering digunakan dalam menilai kualitas karya sastra. Penafsiran kebenaran yang
lebih luas adalah bagaimana pembaca dapat memaksimalkan daya imajinasi dan daya
nalarnya dengan krtitis. Dalam pengertian kebenaran semacam itu membantu
memberikan jawaban yang wajar tentang mengapa kita dapat menerima cerita-cerita
dongeng, cerita rakyat yang dipadukan dengan keajaiban atau kesaktian sebagai
suatu bentuk karya sastra yang berkualitas. Kebenaran sastra yang tidak pernah bermakna
tunggal itu ditegaskan pula oleh Hall (1983:VI), yang berpendapat bahwa “kebenaran
sastra merupakan kebenaran yang ‘inexact, changeable, and subject to argument’
karena kodrat sastra yang merepresentasikan manusia dengan segala kehidupannya
yang juga ambigius, komplek, dan mudah berubah-ubah.”
Secara dangkal ada yang berpendapat
bahwa karya sastra hanyalah cerita rekaan imajinatif belaka dan tidak ada
hubungannya sama sekali dengan kehidupan nyata di dunia ini. Apabila sastra
didefinisikan seperti itu, lantas kenapa kepala Salman Rushdi dihargai mahal
oleh Imam Khomeini gara-gara ia menulis Ayat-Ayat Setan, kenapa cerpen karya
Kipanjikusmin yang berjudul Langit Makin Mendung dikecam dan penerbit dikenakan
sanksi untuk tidak menerbitkan apapun selama setahun, kenapa pula Pramoedya
Ananta Toer diasingkan di Pulau Buru dan karya-karyanya diberangus. Melalui
proses komunikasi antara dua orang atau lebih dan saling berbagi pandangan yang
rutin dilakukan dapat ditemukan kebenaran terhadap karya sastra. Di era digital
ini seharusnya banyak orang-orang yang peduli untuk membagikan sekadar bahan
bacaan sastra kepada generasi yang masih mengikuti program wajib belajar 12
tahun agar generasi bangsa berikutnya dapat mengenal lebih jauh salah satu
budaya kita, yaitu sastra Indonesia. Kenapa karya sastra? Di dalam karya-karya
sastra terdapat suatu pesan moral yang layak diketahui banyak orang, membangun
imajinasi, dan melatih kepekaan perasaan.
Komentar
Posting Komentar